Selasa, 05 Juli 2011

Sebaris Hujan Sebait Cinta........

Pada sebaris hujan, kita masuki cakrawala
dengan payung terbuka
tanpa layung senja. Terpa angin meninggalkan
jejak dingin di dada.
Engkau menggigil di jantungku.
Jutaan tetes air beterbangan
seperti tangis terbebas dari kesedihan
seperti bungabunga
tumpah dari jambangan. Mengisi hatimu yang bimbang
mengubah rintihmu jadi tembang. Rintik merdu.
Sebulir hujan menggantung di ujung payung
seukir kilau, sesafir cahaya
yang tersimpan. Sebutir doakah?
Kumasuki kelambu hujan
Airmatamu menggenggam rindu.
Waktu mendesak. Serasa singkat.
Rembang pun lewat, saat benderang lampulampu
… dan hujan berpamitan  di ambang senja
perlahan menutup payung kita
dengan kecupan.

ciuman Pertama....

Ciuman pertamaku
masih kausimpan di lekuk bibirmu
malumalu getaran itu
anggun melewati rimba waktu
mengisi rongga dada dengan hangat kelambu
melebihi kelepak matahari pada birahi
senja yang ungu.
Limabelas tahun berlalu
ciumanku masih menghias senyummu
biarkan di sana, aku memintamu  tak menghapusnya
sebab di sanalah kuarungi samudera kenangan
di pantaimu aku terdampar. Melebihi kelepak camar
setia menyamar sebagai waktu.
Aku menyebutnya cinta.

Kutemukan Puisi Dalam Sebait Cinta

Tetes hujan yang melambai di kaca jendela ia mencari alamat sungai. Aku mencari alamat hatimu. Kutemukan telaga: sebuah genangan sunyi, tanpa ombak tanpa nyanyi, lalu kutenggelam dalam bening puisi. Itulah yang istimewa tentang dirimu, ketika segayung hujan membasuh telapak tanganmu, aku terhanyut di situ, lautan teduh dekapanmu. Maka aku menyamar hujan, memelukmu deras, mencium parasmu dengan kecup rintik yang tak pernah tuntas.

Di telapak tanganmu aku mengembara tanpa berhenti, menyusuri garisgaris sungai keberuntunganku. Setiap garis adalah makna. Membawaku pada muara bernama cinta. Aku di situ melukis sawahsawah yang menguning dengan jejak hidupku. Rerumputan, ilalang, kenangan, dan bunga-bunga rindu. Airmata dan semesta. Hujan dan doa. Membentangkan tenda cahaya tempat kita menghabiskan waktu dan bara. Setiap bintang adalah karunia. Setiap titik waktu yang aku petik untukmu.

Aku ingin menulis seperti sebaris embun yang kauselipkan pada seliris kuntum di bibirmu. Cukup manis walau hanya sebait senyum. Kutahu, puisi tak selalu tercipta dari kata. Tetapi hanya dengan kata kumampu menceritakan puisi ini padamu.

Senin, 04 Juli 2011

Bukalah Pintu Maaf,....

Bukalah pintu maaf untuk embunku
agar ku dapat mengusir kebekuan di kelopak-kelopakmu
menceritakan keindahan pagi yang dititipkan mentari
dalam bias cahayaku.
Bukalah pintu maaf untuk langitku
agar ku dapat menggiring awan untuk memayungimu
mengirimkan kedamaian yang dititipkan barisan merpati
dalam paruh nafasku.
Bukalah pintu maaf untuk senjaku
agar ku dapat hilangkan bimbang dan cemasmu
merias paras soremu lewat selendang jingga yang ditiup angin
memelukmu rapat hangat menghabiskan rasa ingin.
Bukalah pintu maaf untuk kelamku
agar tiada mimpi buruk hanya ada malam indah untukmu
menyalakan unggun membakar melupakan kenangan lara
menggantinya dengan bara cinta yang bergelora.
Bukalah pintu maaf untuk gerimisku
agar ku dapat menjadi airmatamu, menitikkan kasih di hatimu
menghapus goresan-goresan pedih di dinding hati
menggantinya dengan garis-garis pelangi.

Cinta Ini Hanya Berakhir Di Hatimu......

Pelangi berkilau di langit jauh
teduh mengambang menjalin untai gerimis
gradasi warna adalah selendang para bidadari
yang menarinari digelitik angin bukit
dan kamu, yang turun ke dalam jiwaku.
Sungguh indah rahasiamu
semburat merah di wajahmu. Cinta itu. Di senja itu
pohonpohon waru berebut menjadi bayanganmu
lalu melukisnya di dadaku. Untuk kudekap
agar cinta tak ke manamana dari hatimu.
Jangan lagi kaurisaukan
cinta ini hanya berakhir di hatimu
sungai yang mengalirkan kejernihan jiwa
melewati rimba waktu dan padang penuh bunga
aku, yang selalu hanyut bersamamu.

Melukis Puisi Di Matamu........

Matamu sepasang coklat tua yang teduh. Memandangmu, seperti rindang pepohonan di tengah kolam seroja. Aku tercebur. Jatuh dan mencintaimu. Dan cinta: berpendar dalam berjuta pixel warna. Memancar di percik cipratan airmatamu.
Dan di sejuk tatapanmu, aku melukis puisi. Sebab di sana ada spektrum cinta. Membuat rindu seteduh biru lautan yang anggun menyusun ombak gemuruh. Membuat kecemasan membias ungu seperti langit malam menunggu bintangbintang berlabuh.
Membuat harapan secerah mentari di jendela subuh. Yang membuat merah wajah kita, setiap kali tak dapat menahan dahsyatnya ledakan jantung. Dan seikat pelangi mencercahkan seluruh warna dalam satu goresan senyum.
Bulu matamu yang lepas, biar kujadikan kuas, hanya agar semua terlukis seindah rindu padamu. Kutahu tanganku tak mampu menoreh warna selembut tatapanmu, menggoreskan kata selembut ucapan mu. Tidak juga mataku dan tidak juga mulutku.

Walau.............

Walau mulutku sampai berbusa tanpa bosan menyanjungmu
aku tak kehabisan kata karena kamu adalah bahasa cintaku.
Walau telingaku sampai pekak memainkan musik untukmu
aku tak kehabisan nada karena getarannya adalah rindu padamu.
Walau mataku sampai rabun membacakan ribuan puisi untukmu
aku tak kehabisan cahaya karena kamu adalah pelitaku.

Romantisme Bulan Maret.......

Ada kehangatan pada cinta di bulan Maret
sinar matahari menerobos garis-garis gerimis
merajutkan kilau pelangi di wajahmu
aku jatuh cinta lagi padamu
karena kamu indah tatapanmu menyejukkan udara di ruang hatiku
di situ aku nyaman menghabiskan waktu bersamamu.
Aku dengarkan degup jantungmu menderap lagu
ketika kausuguhkan rindu yang hangat dan
membiarkan uapnya mengembun di pipimu
dengan telunjuk kutulis “aku cinta kamu” dan romanmu merona merah
kamu tersipu malu ku tak dapat menahan hasratku
kureguk saja bibirmu dan terasa
… ada kehangatan pada cinta di bulan Maret.

Tak Ada Yang Ku Rahasiakan Darimu

Tak ada yang kurahasiakan darimu
belantara hati ini terbuka untuk kamu jelajahi.
Kaulihat betapa kelamnya hutan habis terbabat senyumanmu
pohon-pohonnya menjelma naungan yang indah
rerumputannya bak permadani kita melangkah.
Tak ada yang kusembunyikan darimu
bahkan ketika di jurang itu aku jatuh cinta padamu.
Lihatlah danau bening dengan bunga-bunga seroja
di situlah dulu aku membendung rasa cinta
yang kini begitu deras mengaliri sungai-sungai di hatimu.

Tak Ada Yang Ku Rahasiakan Darimu

Tak ada yang kurahasiakan darimu
belantara hati ini terbuka untuk kamu jelajahi.
Kaulihat betapa kelamnya hutan habis terbabat senyumanmu
pohon-pohonnya menjelma naungan yang indah
rerumputannya bak permadani kita melangkah.
Tak ada yang kusembunyikan darimu
bahkan ketika di jurang itu aku jatuh cinta padamu.
Lihatlah danau bening dengan bunga-bunga seroja
di situlah dulu aku membendung rasa cinta
yang kini begitu deras mengaliri sungai-sungai di hatimu.

Segalanya Seluas Bola Matamu............

Tiba-tiba aku teringat pada kopi pagi yang asapnya sewangi tubuhmu
juga pada matahari yang hangatnya sehangat pelukanmu
kulihat bunga-bunga memenuhi bumi, kegembiraannya seperti ceria wajahmu
pandanganku menyisir bulu alismu, helai demi helai, dan berhenti tepat di matamu.
… lalu segalanya seluas bola matamu. Yang merahasiakan cinta dalam kerling rindu
seperti langit merahasiakan semesta dalam dinding biru.

Hujan Tengah Malam............

Hujan tengah malam
gemericiknya mengusik sunyimu
kamu terjaga. Merapat ke dalam wajahku
“Aku ingin terpejam dalam tatapanmu
yang teduh hangat,” lirih bisikmu mengulang.
Dan hujan bukanlah mimpi
menghadirkan gemuruh hatimu dalam pelukan
membiarkanku menyeka basah
embun di wajahmu.
Aku terbuai imajinasi
senyum bidadari.
Kuredakan hujan dengan dekapan
kuubah desau anginnya jadi bisikan gemas
tinggal kerdip rahasiamu di celah kerlingan
yang selalu kutafsirkan rembulan malam limabelas.
Hujan berhenti tidak untuk sembunyi, sayang
ingin mendengarkan bisikbisik kita tentang
malam indah yang panjang.

Puisi Cinta...........

Sambil nyeruput kopi panas kunikmati sepotong puisi buatan kamu
masih berasa hangat dan basah bekas ciuman di tiap hurupnya.
Puisi menjelma bunga ketika kupetik setangkai bait untuk kutanam di dada
menjelma cahaya ketika aku gelap memahami maknanya
menjelma getar ketika kunyanyikan sebagai rindu
menjelma bara ketika kusesap aroma nafasmu.
Di depanku kamu masih berdiri. Molek tubuhmu tak berhenti menatapku
Aduh kamu, betapa indah puisi yang kausimpan di sudut-sudut lekukmu.
Tatapan apakah yang kamu rahasiakan di matamu,
………………aku membaca tak habis-habisnya terkesima
Ciuman apakah yang kamu rahasiakan di bibirmu yang merah,
………………
aku mengecup tak habis-habisnya gairah
Bisik apakah yang kamu rahasiakan di telingamu,
………………
tak bosan-bosannya kudesahkan rayu
Debar apakah yang kamu rahasiakan di hatimu,
………………
aku menerjemahkan sampai membuka-buka dada.

“Aku adalah puisi yang kamu tulis,” kamu tak berhenti menatapku.

Penari Dalam Mimpi........

Sudah kuduga, kamulah penari
yang datang ke dalam mimpi.
Meliuk-liukkan tubuh
lampai berputar memainkan lengan
mengalungkan selendang mayang
mengajakku melantai di antara
bintang-bintang.
Langkah-langkahmu menyulam dalam langkahku
menciptakan rajutan yang menjerat hatiku.
Sudah kuduga, kamulah penari yang datang
mengubah mimpi.

Dimatamu Kulihat Bulan.......

Di matamu kulihat bulan
teduh bercahaya lembut menawan
hati terpaku dalam tawanan
seuntai kata hanya mampu kurangkum dalam senyuman.
Setiap tatapanku adalah pernyataan cinta
bergetar ku memandangmu bak pertama kali jumpa
dan rona wajahmu terkesiap bahagia
matamu bulan berbinar sempurna.
Cahayamu menunjukkan aku
indahnya jalan cinta
sebuah jalan setapak yang berliku menuju hatimu
sebuah perkampungan dalam hidupku.

Bulan Purnama.......

Kekasih,
kamu pemandangan paling indah
yang pernah diciptakan tuhan
untukku.
Bahkan bulan purnama
tak dapat menyempurnakan malam
tanpa kamu di sisiku.
Kekasih,
kamu juga pemandangan paling indah
yang pernah disembunyikan tuhan
untukku.
Ketika kumasuki hatimu
betapa tak kalah indah suasana di dalamnya
aku ingin tinggal selamanya di situ
bermukim di hatimu.

Bidadari Malam............

Selendang di pinggang angin malam
semilir dingin menyentuh kulitku
aku berjalan di pedalaman kelam bersama cahya gemintang
aldebaran, betelgeus, sirius dan kelapkelip
kerling matamu di orion
menuntun langkahku di malam yang sunyi dan rawan
lalu kau datang dalam semerbak anggrek bulan
lembut menelusup di kedua lengan
tiada rangkaian kata terucapkan tiada katakata kutuliskan
malam lebih indah tanpa puisi.
Kau bidadari turun di lembah malam
dengan selendang ditanggalkan
membawakan mimpimimpi indah ranjang di kahyangan
bergaun sutra dewangga bermahkotakan
bulan setengah lingkaran
diamdiam ku tenggelam di wajahmu
malam lebih indah tanpa rembulan
angin malam lembut berderaian menari di rambutmu
kelopak matamu berkedip, ombak di matamu berpusar
tatap mataku tersedot
hanyut tak mampu melepaskan diri.

Andai Tak Bertemu Kamu..........

Andai aku tak bertemu kamu
langit hanya lembaran biru dan bukan kanvas untukmu
untuk kulukis gerimis dan garisgaris pelangi
lalu kutorehkan matahari di pinggir pagi.
Kuhiasi bingkai hatimu dengan cahaya.
Andai aku tak bertemu kamu
malam hanyalah bangku menunggu pagi
ku tidur mendengkur atau begadang menghitung bintang
bulan hanya lampu lindap ditiup angin.
Aku terjerat reranting dingin.
Andai aku tak bertemu kamu
hidup hanya setampakan siang setumpukan malam
seperti sajak kelam dan tanpa pembaca
angin melemparnya memecah jendela.
Aku entah ke mana.

Romantisme Hujan....

Ketika hujan turun dan temurun ke relung kalbu
dengarlah nyanyiannya mewakili sajak-sajakku
susah payah kurangkai ribuan bait
agar kau dengar lebatnya kalimat rindu
tiada henti berkilatan dalam batin
rasakan gemuruhnya dalam erat dekapanku.
Warna-warni payung menari di jalanan
rampak menitik air berjatuhan, desau angin berbisik sayup di dahan
basah dedaunan, basah bunga-bunga, basah seluruh pelataran
jejakjejak kita bermekaran dalam genangan
pada kata cinta kutemukan airmata netes perlahan
lalu kaubiarkan wajahmu kuseka dengan kecupan.
Tiap hujan kita melangkah di celah gemuruhnya
mendengarkan deru hujan merasakan angin menari dan bercanda
kadang kita tembus derasnya dengan terguyur dalam mesra
berguncang-guncang jejak air di atas payung kita
iramanya seperti derap sajak menyusun bait cinta
begitu lembut begitu merdu begitu syahdu.
Kita mensyukuri hujan. Kita jatuh hati pada hujan
hujan menghapus debu-debu bimbang di kelopak-kelopak kembang
mengubah catatan lara menjelma loncatan airmata bahagia
bertaburan rintiknya menggenangi jejak-jejak kita
hujan turun dan cintaku menuliskan tetesnya di hatimu
berkaca-kaca tatapanmu. Biarkan cinta menitik abadi.

Aku Jatuh Cinta...

Aku jatuh cinta pada sunyi yang kaukulum di bibirmu. Selengkung senyum, setangkai kuntum, secarik puisi. Katakata menjelma gerimis yang berbaris dalam bisik manis. Aku mengunduh wangi bunga dari serumpun kata yang tumbuh di mulutmu. Itukah cinta? Kurasakan getarannya memasuki rongga hati.  Sebuah rayu. Menggema dalam hidupku.
Aku jatuh cinta pada embun yang mengerling di matamu. Memandangmu, kulihat pelangi melambaiku menuruni bukit. Sebuah telaga menungguku. Aku mencebur ke dalam jiwamu.
Aku jatuh cinta pada mawar yang merekah di hatimu. Menjagamu, aku penuhi hasrat jiwamu seperti kupukupu menyusuri taman. Rasanya seperti di sebuah surga dengan seorang bidadari yang selalu duduk berdandan di pelaminan. Pengantinku, akadku hanya untukmu.

Ciuman Senja....

Adakalanya senja cuma sekumpulan awan yang tak bermakna hujan
seperti lukisan mati lantaran warnanya tak lagi bercahaya
pepohonannya kaku dan bungabunganya terkubur layu
kemudian sunyi menyeretnya kelam dan tiada.
Secangkir teh menguap di mataku membuyarkan lamunan
seperti mulutmu melumat iris senyum di ujung bibirku
begitu cepatnya ciuman menjadi kenangan
rasanya ingin terus mengulang. Menyusun album kenangan.
Sejenak saja tahan pelukan dan rasakan
gemuruh sajak menggema dalam riuh debaran
seperti kembang api melesakkan ledakan
kelam senja menjelma taman bertabur cahaya.
Adakalanya senja harus kita ubah dengan ciuman panjang
dengan ledakan cinta yang membakar kelam
memberi cahaya pada lukisan agar tak mati warnanya
seperti gelora dalam cinta. Membuatnya abadi.

Mencintaimu...

Gerimis mencintaimu kekasih. Lembut butirbutir kasih sayang jatuh di ceruk matamu, mengalir ke lubuk puisi. Curahan hatiku. Matahari pagi merajut benangbenang gerimis, dan seikat pelangi jadi konde indah bagi rambutmu.
Hujan mencintaimu kekasih. Jejakjejak kemarau dihapusnya dari pelataran. Tak dibiarkannya bungabunga terkulai tanpa kegembiraan. Disiramkannya airmata langit untuk membasahi lembah jiwamu.
Angin pun mencintaimu kekasih. Diterbangkannya bungabunga dalam hembusan lirih di jendela, disematkannya semerbak wangi di tubuhmu. Merengkuhmu, kurasakan musim bunga yang tiada akhir.
Senja mencintaimu kekasih. Hamparan keemasan seolah lukisan nirwana. Dibelainya rambutmu dalam sentuhan jingga. Jiwa bergelora. Mengingatmu penuh gairah. Ke dalam hatimu bangaubangau mengepakkan sayapsayap jiwaku pulang.
Malam mencintaimu kekasih. Dinyalakannya lampulampu indah menghiasi ruang kita bercengkerama. Bulan bulat keperakan. Bintangbintang berkedip mengintip di kejauhan. Semua menjadi lukisan kelambu malammalam istimewa kita.
Dan pagi mencintaimu kekasih. Adakah yang lebih membuat bahagia dari matahari yang memeluk hangat jiwamu. Matahari yang terbit dari lembah hatiku, selalu menyapamu dengan kecupan: aku mencintaimu kekasih.

Desember,............

Awal bulan Desember
berduyun awan mengangkut kuntum hujan
sesekali menyemai gerimis di padang jiwaku, sesekali menabuh gemuruh
angin berhembus seperti kenangan, menggetarkan bulu roma
di antara guguran flamboyan yang masih merah
kupungut untukmu satu kembang. Senyummu
mengembang sumringah:
Bunga ini masih segar dalam ingatan
ketika kausematkan di rambutku.
Kamu membuatku selalu kagum: pemandangan indah ataukah lukisan
tatapanmu laksana hujan, luruh ke dalam kalbu
bayangmu berkilatan dalam pikiran, dan tetes airmatamu
sempurna membasahi kaca jendela. Di situ kulukis kamu
bidadari yang memandangku dengan mata gerimis.
Sejak itu setiap tetes gerimis berubah menjadi bunga
yang bermekaran di pinggir bibirmu, di sudut matamu
di telapak tangan, di dalam dada, di setiap gairah, di setiap desah
di setiap jejak langkah.

Karena Engkau....

Karena engkau apiku
maka aku yang terbakar dalam cinta.
Karena engkau matahariku
maka aku yang terkurung dalam cahaya.
Karena engkau malamku
maka aku yang tak bisa kembali dari mimpi bersamamu.
Karena engkau lautku
maka indahnya tenggelam dalam hidupmu.
Karena engkau bidadariku
maka aku yang terpasung di hatimu.

Aku Hanya Mampu Mencintai Mu...

Aku bahagia tinggal di hatimu. Mengukir lembahmu dengan sungai yang mengalir dari telaga di mataku. Sebuah mataair untukmu, di tepinya ada mahligai yang selalu diterangi cahaya, dari jendela-jendelanya hanya terlihat indahnya pemandangan. Setapak jalan cinta yang naik turun di lembah-lembah romantika. Seperti sebuah gelombang di mana kita berayun menghabiskan masa.
Jantungku berdebar indah untukmu. Dawai-dawai yang tak pernah kehabisan getar, berirama  melantunkan rindu. Menggema nada-nada cinta merangkai simfoni kehidupan kita. Pada gemuruh air terjun, pada angin yang berhembus di daun-daun, pada kicauan burung-burung dan rumpun bambu yang bersenandung. Senantiasa kita dengar musik anggun yang menggetarkan jiwa.
Hanya kamu yang ada di hatiku, di dekapku. Sebuah perapian yang selalu menyala dalam kobaran cinta. Kehangatan adalah menggenangi pipi dengan airmata. Mengubahnya menjadi gerimis yang melukis pelangi di pinggir senja. Tubuhmu adalah selimut bagi jiwaku, aku adalah api perwujudan panasmu. Engkau adalah gunung yang indah, akulah magma yang membara.
Biarkan cahaya matahari jatuh di wajahmu. Aku bahagia memandang keindahan alam dari jendela hatimu. Serumpun sajak cinta. Sehamparan dunia dan masadepan yang menjulang hingga nirwana. Bukankah kuciptakan hujan untuk menghapus debu-debu masa lalu. Bukankah kubalut langit dengan pelangi dan kupetik setangkai mawar untukmu.  Dan sungguh, aku hanya mampu mencintaimu.

Sketsa Di Sebuah Taman......

Matahari jam sembilan lewat satu
berayunayun di antara daun jambu
di sebuah taman yang tenang
di mana suarasuara khusyuk sembahyang.
Seekor kupukupu bertengger di atas aster merah
angin menggodanya, digoyangkannya tangkai bunga
ke kanan dan ke kiri. Kupukupu hanya tersenyum
asyik berayun di atas kuntum.
Langit biru, lembaran awan selembut beludru
sesekali meneduhkan bangku taman
kita duduk di situ
menghabiskan waktu berjamjam.
Lihatlah, kupukupu itu
hinggap manis di punggung jarimu
seakan tahu, bunga terindah
dalam hidupku.

Sketsa Embun Di Kelopak Mawar...

Setangkai mawar pink
di kelopaknya embun mengerling
pagi yang dingin.
Angin mengendap di antara ranting
embun terkesiap ke samping
jatuh ke dalam hening
sebuah nada berdencing
di ceruk matamu yang bening
aku sedang memancing.

Cinta Tak Kenal Waktu.......

Jam berapa sekarang? Entahlah, jam hanyalah lonceng yang galau pada waktu. Detak jantungku tak kenal waktu, berdebar di tubuhmu. Tubuhmu bunga telentang pada setiap kata. Membuat sajakku menggelinjang. Kulepas metaforamu hingga telanjang, kupakai hurufhurufku menyelimutimu bak kabut pagi. Lalu matahari terbit di celah kalimat, begitu hangat, begitu nikmat.
Bersamamu aku lupa waktu. Sekali lagi, jam berapa sekarang? Entahlah, apakah kita perlu pasang waktu. Cinta tak kenal waktu. Cinta tak punya usia. Jiwaku yang bahagia adalah jiwamu di sajakku, selalu remaja. Begitu enerjik. Keringat menetes dari kalimatkalimat cinta, mengalir deras di antara metafora dan tatapanmu.
Aku hanyut ke dalam sungaimu. Ikhlas tenggelam di palung hatimu. Jam berapa sekarang? Entahlah, apakah beda siang dan malam. Bersamamu warna langit representasi rona wajahmu. Bintangbintang adalah butir airmatamu di semesta jiwaku, petunjuk abadiku. Kemana lagi aku akan pergi, sedangkan rumahku adalah kampung halaman di hatimu.

Gerimis Dan Wajah Manis Mu...

Seuntai angin di rambut mayangmu, jatuh terurai, tatapanmu menyelinap geulis di antara garisgaris rambutmu, bak sinar matahari di celah gerimis, sebuah teralis yang akan menahanku berlamalama memandangmu, sebab biasanya akan muncul pelangi menuruni pematang di hatimu, rindang dedaunan menyembunyikan reranting sunyi yang diamdiam ditumbuhi anggrek ungu, makanya aku suka sekali memandangmu.
Gerimis membimbingku ke dekap tubuhmu. Aku tatap kamu. Wajahmu lalu manis sekali, tak ada perempuan semanis kamu, sungguh. Entah sketsa apa yang kutulis, rasanya aku cuma melukis gerimis yang menetes di alis matamu. Dan aku, hanyalah seorang kekasih yang jatuh di kelopak matamu, lalu ketika kaukerjapkan mata, aku terbatabata dalam serangkaian kata cinta, makanya aku suka sekali memandangmu.
Wajah manis, tahukah rasanya menjadi tebu. Mengapa gerimis memilih jadi tetes tebu, penuh kenangan manis di setiap celahnya. Di kehijauan lembah, di antara pagi dan senja, di antara pertemuan yang tak terbilang jumlah. Karena itukah pelangi turut hadir pada senyummu yang indah. Kau hanya menjawab dengan tatapan manis, mata gerimis, makanya aku suka sekali memandangmu.

Untukmu..........

Segulung puisi. Membungkus sunyi di rerumput. Kulukis misteri di lentik pelupukmu. Sebulir embun menitik di ujung kerdipmu. Sejuk menumpuk di bibirmu. Bisik rindumu tersimpul di lekuk senyum. Buru-buru kuoles mulutmu segores cium.
Sebening subuh. Lirik-lirik melodis tulus kutulis untukmu. Bertiup merdu seruling pring wuluh ke seluruh penjuru. Merinding buluh perindu seperti dingin membelenggu tubuh. Kupeluk dirimu. Sekuntum kenikir kusunting di kupingmu.

Hidangan Senja....

Sepiring senja dan ceplok mentari kemerahan. Disajikan dengan rasa sayang. Taburan gerimis dikupas tipis. Seikat pelangi menambah sedap hidangan. Seleraku bertambah saat kautambahkan saos canda. Kecap manis di bibirmu kuhapus dengan ciuman.
Kekasihku: cinta adalah hidangan. Resep rahasianya ketulusan dan pengorbanan. Rahasia yang dibawa Adam dan Hawa dari surga. Cinta adalah menu istimewa bagi setiap pasangan, yang membuat kita bertahan dalam segala cobaan. Yang membuat bertambah saling rindu, membuat kecanduan cumbu.
Angin beringsut perlahan. Langit hanyut ke seberang. Santapan ini tak sedikit pun berkurang. Kekasihku: cinta adalah hidangan sejuta rasa, bikin hilang rasa kelaparan, bikin enak hati dan pikiran. Selalu ingin sayangsayangan, siang dan malam. Jiwa khusuk terpuaskan.
Lihat gerimis. Seperti butirbutir kasih sayang yang kutaburkan dalam hidupmu, adalah pelangi untuk permadani kita ke nirwana. Berkilauan penuh warna. Tak usah khawatir remang menghapusnya dari cakrawala. Sebab gulungan pelangi tak ada habisnya di hatiku. Semuanya kuhidangkan untukmu.

Tetes Air...

/1/
Kutanyakan pada embun di manakah mereka ingin menjadi butir air, di manakah tempat paling indah yang mereka bayangkan menjadi kenangan paling manis. Menjadi tetesan paling indah sebelum matahari menjemputnya ke angkasa. Di sudut matamu, gumam embun padaku.
Setiap kali kau memandangku, embunembun itu mengerling bahagia.
/2/
Aku bercermin pada sebuah kata dan melihat butiran air di balik tiap hurufnya, sebuah kata bercerita tentang hujan dan kau menyelinap tiap bulirnya — membuat hujan menjadi peman dangan paling menyenangkan bagiku.
/3/
Sehabis mandi. Parasmu ranum dan menyegarkan. Lalu butir butir air bagai menuruni celah lembah, mengerling padaku. Tibatiba aku terhanyut di sungai tanpa dasar. Tenggelam di dadamu.

Catatan Malam Yang Lama Terlewatkan....

Wangi apakah berhembus di jendela? Menyibak catatan yang lama terlewatkan. Malam indah, pertama dalam hidupku. Gerimis dengan butir-butir melati,  kau hamparkan di lembah hatimu. Di lengkung senyummu. Di ceruk matamu. Kuperkenalkan diriku: isteriku, aku kekasihmu.
Kita bangun istana dengan sejuta cumbu yang tak kenal lelah. Taman-taman tercipta di bawah pipimu yang merah. Keringat mengalir bagai sungai-sungai indah, lengan-lengan kita seperti jembatan yang merenda satu waktu dengan waktu yang lain. Nafas kita memenuhi kamar lalu  mengembun di kaca jendela. Tiba-tiba menjadi gerimis yang melukis pelangi.
Kita melewatinya, menciptakan pemandangan demi pemandangan. Tak pernah ada negeri yang lebih indah untuk dikenang, selain yang kita lewati bersama. Selain yang kita bangun bersama: apa pun namanya, ia adalah nirwana. Tempat paling indah di alam semesta, bersyukur kita penghuninya. Walaupun hanya sebuah surga yang sederhana.

Aku Hanya mampu...

Jalan. Inilah lembaran yang kita lalui: jalan tak berujung
yang kita pahat dengan jejak langkah, selamanya melangkah
seperti cinta yang tak mengenal akhir
yang tak mengenal menyerah
di situ jejakjejak menjelma taman dan tetirah.
Aku hanya mampu melangkah bersamamu.
Lembah. Kamulah kehidupan
di mana lembah dipenuhi kuncupkuncup melati
senantiasa bersemi, tubuh wangi yang kukecup tiap pagi
embunembun berbaris di bulu matamu
mengerling sejuk ke dalam kalbu.
Aku hanya mampu bersyukur memandangmu.
Laut. Sungaisungai kuciptakan sungaisungai yang melambai
di bibirmu pantai segala kerinduanku bermuara
segalanya sampai
bukankah cinta itu lambang abadi?
di bibirmu sajakku menjelma cium
menjadi ombak di celahcelah lautmu yang anggun.
Aku hanya mampu memeluk gemuruhmu.
Bibir. Aku tidak tahu,
bagaimana indahnya engkau melukiskan cinta
hanya dengan sebuah lengkung sederhana di bibir
sementara ribuan kata tak sanggup kueja dan kutata
agar dapat menulisi kertas hatimu.
Aku hanya mampu merangkum senyummu
dengan seulas ciuman.

Rindu Yang Membebaskaknu...

Rindu membebaskan aku dari sunyi. Kaukah mengubah waktu menjadi lonceng yang mengingatkan aku akan datangnya pagi. Seperti gemetar tanganmu di dada, mengganti dawai yang hilang dengan nada yang dinyanyikan tetes embun. Begitu jernih bisik mu menyapa.
Rindu membebaskan aku dari temaram. Relung langit tak mampu menampung kegelisahanku. Karenanya senja sebentar saja. Di balik bintangbintang, kaukah yang mengarahkan kompas hatiku? Sehingga kutemukan guguran daundaun yang kautitipkan pada angin.
Rindu membebaskan aku dari kelam. Kerling matamukah sinar biru di rasi Orion. Kaukah menggenggam rembulan di bingkai jendela. Membulatkan keheningan menjadi sekeping cahaya, yang mengubah lapang malam menjadi taman. Yang menuntunku  ke sudut kenangan.
Rindu membebaskan aku dari dingin. Secangkir kopi panas masih menguap di beranda. Mengalir tanpa henti ke setiap nadi. Hangatkan jiwaku. Mungkin kautitipkan belaianmu pada angin. Gemuruh nafasmu menelusuri rambutku, menembus hingga ke lubuk mimpiku.

Sketsa ilalang....

Kau bidadari di antara ilalang
menebar kecantikan di keluasan padang.
Kugamit jemarimu melangkah dalam tawa bahagia
lalu kaubiarkan jalan setapak tercipta di hatimu.
Luasnya padang sabana tak dapat menggantikan luasnya hatimu
menerima setiap jejak langkahku.
Lalu tumbuh bunga-bunga di setiap senyummu
jiwaku seperti kupu-kupu dibuatnya.

Kalimat Yang tersembunyi...

Bumi berputar tanpa suara
rembulan bersinar diam-diam
bintang-bintang berpendar tanpa nujum kata
malam bergeser tanpa gemuruh.
Kadang bibir tertutup rapat
kadang lidah kaku terlipat
kadang katakata hilang tersembunyi
tangan tak dapat menulis perasaan yang terkunci.
Kutatap matamu
terjun ke palung hatimu
aduhai, sejuta kalimat cinta
tak terucapkan olehmu.

Dengan Apa Harus Kutuntaskan Puisi Ini..

Dengan apakah harus kutuntaskan puisi
dengan menggoreskan luka di jari agar mengalir darahku
hingga setiap kata berdebar seperti jantungku. Atau
dengan tetesan keringat yang membungkus punggungku
agar tahu puisi adalah kerja keras mencangkul di tanah cadas
setiap kata tumbuh dari ketulusan berkarya. Atau
dengan airmata yang meloncat-loncat seperti huruf-huruf di papan ketik
mengikuti apa saja yang aku tulis, ia seperti sebuah perasaan
meloncat-loncat di dalam hati lalu meloncat keluar sebagai airmata. Atau
dengan langkah-langkah kita menyeberangi jembatan ke jembatan
yang menyatukan seluruh musim dalam peta perjalanan
setiap kata adalah petunjuk di mana kita hadir bersama. Atau
dengan senyuman yang membuat indah setiap pertemuan
dan pelukan hangat yang menyudahi setiap inci jarak
setiap kata adalah perekat nafas kita ke dalam satu makna. Atau
dengan ciuman sebagai tanda petik setiap kalimat cinta
kalimat yang melahirkan sajak-sajak yang mengalirkan sajak-sajak
sebab cinta tak pernah kehabisan sajak.

Bidadari Senja...........

Gerimis turun merajut senja. Bias mentari ditenun jadi seikat pe langi. Engkau menuruni lembah hatiku. O, cantik nian pemandangan ini. Membuatku selalu gandrung hati. Bersama sejuknya angin senandungkan lagu — cinta yang terakhir, senada jantung ku irama yang mengalir.
Kau suguhkan secangkir teh melati, aroma kenangan, memaknai setiap derap perjalanan. Halaman rumah adalah ketentraman tiada tara. Tempat jejakjejak kaki tertanam dan tumbuh menjelma bunga ilalang, menghiasi perjalanan dan kenangan. Kutatap relung matamu tanpa akhir.
Bidadari senja. Kau selalu membuatku yakin. Cinta adalah bukti, bukan statistika. Cinta adalah pasti, bukan probabilitas. Dan kau, kalimat terindah dalam definisi cinta yang dibuat Tuhan untukku. Kau keindahan tak tergantikan, di antara langit dan bumi. Kau kalimat syukurku kepadaNya.

Ku Persembahkan Pada mu.....

Kupersembahkan padamu sekuntum ciuman segar
dalam buket bunga kesukaanmu: aster, krisan dan sejumlah mawar
sebuah puisi kusematkan dalam sebuah lembar
pagi terasa spesial
kurasakan jendela hati terbuka lebar.
Seperti kau memahami bait puisi
ia bukan sembarang bahasa – tetapi sebuah jiwa
puisi tidak disusun dari kata hanya kata
puisi yang membangun kata demi kata dan
menuntaskannya sebagai doa indah.
Seperti aku tenggelam di matamu
seluruh hatiku sibuk mengeja pustaka cinta
pun mulutku tak sanggup bicara
sedangkan tanganku diam-diam sibuk meremas kata
yang kadang menyelinap di jemarimu.
Puisi mengembara perjalanan tersembunyi
melewati samudera di balik tatapanmu
bait-baitnya terurai dalam tiap derai ombak
menciumi pantai-pantai semampai di lekuk tubuhmu
lihatlah jejak kakiku, selalu hanyut bersamamu.
Seperti kau memahami bait puisi
ia ada dalam dirimu, dirimu ada di dalamnya
sebab kerangka puisi tersusun dari tulang-tulangku
dan kau bagian tak terpisahkan
dari struktur tulang-tulang itu.

Menjadi Embun Disudut Matamu...

Malam di sisimu
terjaga dengan ciuman semerah saga
seolah mimpi baru dimulai
mentari bergelayut di dedaunan
kamu bergelayut di dada
menyeduhkan dekap kehangatan
lihatlah, embun di lengkung kelopak mawar
berkilau menjelma bianglala.
Secercah pagi
kuyakinkan padamu dalam bingkai jendela
seberkas sinar kubukakan untukmu
langit menghamparkan lembaran biru di kakimu
padang sajadah, tempat doadoa ditanam diranumkan
tempat langkah kita tumbuh menjadi ilalang cahaya
bunganya bertaburan memenuhi semesta.
Lihatlah
burungburung berterbangan itu
ramai berebut cahaya
bukankah nyanyiannya senantiasa kita dengar
di saat fajar?

Flamboyan Di Pelataran Prambanan.............

Yang jatuh dan tergenggam
di tanganmu
adalah bunga flamboyan.
Merah merenda jingga bercahaya
hiasan istimewa dari surga
untuk bidadari
di bumi.
Bunga elok memikat
ketika kuselipkan di ikat rambutmu.
Ketika mata kita begitu dekat
ketika kuucap
merahnya seperti nyala api
cinta yang tak pernah
lindap.
Guguran flamboyan
berkilauan
menghiasi pelataran candi.
Seperti itulah jejak kagumku padamu.
Yang indah dan tergenggam di tanganmu
adalah sebait puisi.

Juli Di Rambutmu.......

Tiada kabut musim kemarau yang menyelimuti alis pagimu. Juli di rambutmu masih basah, masih menyimpan tetes dan rerum putan yang ditinggalkan hujan. Dan setiap kutatap matamu lewat panorama di jendela, aku menemukan lembah nan hijau, puspa warna, kicau prenjak menginjak tutstuts piano di pucukpucuk cemara, dan luruh gerimis. Kulihat seikat pelangi tumbuh di bola matamu.
Dan hujan
menyembunyikan
semua jejak.
Kuberteduh menatapmu
memperhatikan bulir hujan
menetes ke dalam
puisi.
Aku
terhanyut
bersama kesunyian
yang diselundupkan hujan
yang dibiarkan mengambang
dalam genangan
ilusi.
Dan hujan meninggalkan
hening
semua denting. Bening matamu selalu kuingat
ia adalah kolam sajak
seluruh kata yang menyembul
dalam bahasa hatiku.

Tentang Catatan Harian...

Buku ini bukanlah kumpulan puisi
hanya perasaaan cinta yang luar biasa
berusaha menafsirkan dirimu
sebab kaulah sebenar-
benarnya puisi itu.

Lukisan Cinta Pada Bintang Malam...

Di kanvas ini aku mengembara: langit tanpa tepi
kulukiskan bintang-bintang, bertaburlah sinarnya mengisi semesta
setiap bintang adalah nyala yang terus mengembara
seperti cinta tak mengenal padam, selalu gairah selalu membara.
Tatapanmu indah dalam hening: malam sebening telaga
senantiasa berseri, mata baiduri yang kutatap secara sempurna
ada jejak bintang di ekor matamu, meteor-meteor terjun ke hatiku
di bawah hujan cahaya, kuhabiskan malam bersamamu.
Kamulah bintang di hatiku paling terang
makanya galaksi indah tanpa lelah kukarang
hatimu horison segala pengembaraanku menepi segalanya sampai.
Bukankah cinta itu ledakan besar
yang mengawali ritus kebersamaan kita, memancar
ke penjuru semesta. Memancar sepanjang masa.

Tak Takut Kehilangan....

Tak takut aku kehilangan indahnya mentari pagi, embun yang bersujud di sudut dedaunan, kupu-kupu bercumbu di atas bunga, ceracau prenjak di seberang jendela, mungkin gerimis dan pelangi, atau selendang tipis kabut yang berlapis-lapis di lekuk perbukitan, tempatku menulis sajak dan impian.
Tak takut aku kehilangan pesona senja, kilau emas padang ilalang, angin berhembus sepoi-sepoi menyelisir rambutmu, dan burung-burung kembali ke sarang dalam barisan panjang, kehangatan cinta, seperti barisan pengaduanku ketika pulang ke hatimu, menyelesaikan setiap sajak dan persoalan.
Bagaimana mungkin aku kehilangan, padahal kau selalu di sisiku, kutemukan segalanya menjadi lebih indah, segala sajak jadi lengkap. Makanya aku tak takut kehilangan kerling bintang di malam hari, musik jangkerik dan serangga malam, lampu-lampu berpendaran bagai untaian manikam, atau rembulan yang suka menyelinap di antara sajak dan rayuan.

Cakrawala Cinta Disebuah Senja....

Pohonan senja
kilau daundaun bagai kristal tertiup angin
kesunyian terbakar di pucukpucuk ilalang
menyemburkan cahaya ke dalam kalbu.
Surya bagai softlens jingga
di bola matamu cakrawala cinta.
Pendarpendar telaga
dengan selendang gelombang
menari meliuk menyeret jantungku
jemarijemari ombak merepih bak lentik penari Bali
menyempurnakan sudut akhir kerlingan mata.
Aku tersungkur di ceruk matamu.
Guguran kelopak seroja
menjelma perahu
menuntun matahari ke dalam kelambu.
Diamdiam aku terhanyut
ke lubuk hatimu. Tempat paling khusuk
untuk sepucuk puisi.

Muara...

Arus deras sajak-sajakku
melintas waktu
hujan
dan jantungku. Nadi-nadiku bergolak
menggerakkan tubuhku
menuju kamu.
Aku daras sajak-sajakku
meretas cakrawala
bianglala
dan gerimis yang tak ingin berhenti
sebelum menjelma sungai
menuju kamu.

Mudik Ke Hatimu...

Rerumputan menyirat
jejakjejakmu jadi jalan setapak
Aku menuju hatimu dengan setangkai sajak
yang kupetik dari perjalanan berliku
bukankah selalu kutanam perdu
penawar rindu.
Embun-embun menyukai telanjang tapak kakimu
ketika kau melintas jalan setapak
rerumputan menjaga jejakmu tetap basah
seperti butir airmata yang enggan jatuh dari bulumatamu
bagaimana pun aku memunguti jejak itu
menyimpannya dalam sebuah sajak
lalu kuikuti ke mana kata pergi mengembara.
Bukankah hatimu kampung halaman
dari seluruh sajakku
tempat aku mudik dengan segala perbekalan
cinta.

Ketika Memandangmu...

Aku sedang memandangmu
di bawah bulan setengah lingkaran
membaca selaksa kata di matamu
menafsirkan sirat cinta.
Maka ketika kau memandangku
aku tahu, kau bulan yang jatuh di wajahku
kau yang selalu di wajahku
menuliskan pendarpendar cahaya
petunjuk bagi langkahku
menelusuri jalan setapak di hatimu
langit yang selalu membukakan pintu
untuk pulang kepakkepak sayapku.
Di bawah bulan yang mengambang
di pematang alis matamu
ribuan kata tertutup embun dan kulihat wajahmu
merunduk menggenggam bulir rindu.

Senyummu Indah Begitu Saja

Dinda, entah kenapa
senyummu indah begitu saja.
Tak perlu kata kiasan menjelaskannya.
Tak perlu majas rembulan
atau tujuh bait pelangi.
Senyummu indah begitu saja.
Lalu, bagaimana bisa kubiarkan
kau  tersenyum
tanpa kusiram dengan cium.
Seperti siraman premium
senyummu api begitu saja
membakar seluruh kata-kataku
yang tersisa hanya bongkahan arang
bekas tumpukan puisi
yang tak sempat kuucapkan.
Senyummu indah begitu saja.
Perlahan meluncur ke lubuk hatiku
menimba airmata
menumpahkannya ke langit biru.
Senyummu gerimis begitu saja
menggiring kepak-kepak camarku
berlayar di samudera hatimu.

Lembaran Daun Bertanda Embun............

Bahagiakah Kamu....

Bahagiakah kamu, ketika musim hujan tiba,
kubukakan payung untukmu
kita saksikan tetestetes air berebut jatuh di ujungujungnya.
Bahagiakah kamu, ketika musim bunga tiba,
kupetikkan setangkai untukmu
kelopakkelopaknya bertaburan di antara jemari kita.
Bahagiakah kamu, ketika malam tiba,
aku nyalakan api menghangatkanmu
dan kubiarkan kamu bersandar di dadaku.
Bahagiakah kamu, ketika pagi tiba, kubukakan jendela
lalu kita rasakan hembusan angin pagi di antara bungabunga.
Bahagiakah kamu, cincin yang melingkar di jari manismu
itulah simbol cinta untukmu, hanya untukmu, selamanya di situ.

Ketika Kamu Tertidur......

Ketika kamu tertidur, aku di sisimu menjaga
merangkai permata kehidupan kita
hingga malam larut gulita
kusulam metafora dalam rajutan kata.
Mimpi indah tercipta.
Kutatap wajahmu, kamu manis pulas terlena
di ujung bibirmu senyum masih tersisa
seperti terselip sekuntum bunga.
Kucium bunga itu dengan kecupan mesra
di lembaran sajak kujadikan tandabaca.
Sebab itulah sajakku bermekaran warna
sebuah perjalanan di taman-taman surga
keindahan tak ada habisnya, tak ada matinya
terangkai makna ungkapan karya pujangga
di penghujung malam kupanjatkan sebagai doa.
Ketika kamu terjaga, kubacakan sebait cinta
kusaksikan sinar matamu menjelma bintang kejora
wajahmu putih ceria, pagi mengembang cahaya
itulah bagian terindah puisi yang kucipta
ketika kamu tersenyum bahagia.

Terima Kasih Karena Mencintaiku..............

Kekasih, terimakasih karena mencintaiku.
Membiarkan matahariku memeluk hangat dirimu
merestui hadirku di pagimu.
Membiarkan hatimu
ikhlas menjadi rumah bagi hatiku.
Membiarkan matamu
tempat paling sejuk untuk jiwaku berteduh.
Terimakasih karena mencintaiku.

indahnya kehadiranmu.....

Kaukah yang meminjamkan cantik pada senja, bidadari? 
Langit lembayung membentang dari senyummu hingga semesta. 
Kauhiasi malam api cinta. Aku tertegun dan kau anggun. 
Sayapsayap cinta mengepak dalam kalbu. 
Aku hilang dalam unggun.
Desau angin seperti kapas jatuh perlahan seperti lembut belaian. 
Kaukah yang meminjamkan tangantanganmu pada angin?
Hanyut menyelusup ke dalam dingin kabut. 
Sejuk menyelimut denting sendiku.
Malam beranjak........
Rembulan perak.
...........O, sorot mata yang hanya bisa kutebak sebagai sajak. 
Sejuta makna menyelinap................
Kaupinjamkan pada rembulankah tatapanmu?
Teduh merebak di lembah hatiku. 
Menandai jejak langkahku dengan ciprat cahaya.